Sejarah Kebangkitan Nasional indonesia merdeka !!

Sejarah Kebangkitan Nasional indonesia!!

STOVIA cikal bakal berdirinya Boedi Oetomo kini diabadikan

menjadi Museum Kebangkitan Nasional. (Filmon L. Warouw/Depkominfo)

Sejarah Singkat Boedi Oetomo

Bangsa Indonesia, yang dijajah oleh Belanda, hidup dalam penderitaan dan kebodohan selama ratusan tahun. Bahkan tingkat kecerdasan rakyat, sangat rendah. Hal ini adalah pengaruh sistem kolonialisme yang berusaha untuk “membodohi” dan “membodohkan” bangsa jajahannya.

Politik ini jelas terlihat pada gambaran berikut:

  1. Pengajaran sangat kurang, bahkan setelah menjajah selama 250 tahun tepatnya pada 1850 Belanda mulai memberikan anggaran untuk anak-anak Indonesia, itupun sangat kecil.
  2. Pendidikan yang disediakan tidak banyak, bahkan pengajaran tersebut hanya ditujukan untuk menciptakan tenaga yang bisa baca tulis dan untuk keperluan perusahaan saja.

Keadaan yang sangat buruk ini membuat dr. Wahidin Soedirohoesodo yang mula-mula berjuang melalui surat kabar Retnodhumilah, menyerukan pada golongan priyayi Bumiputera untuk membentuk dana pendidikan. Namun usaha tersebut belum membuahkan hasil, sehingga dr. Wahidin Soedirohoesodo harus terjung ke lapangan dengan berceramah langsung.

Lorong kelas di STOVIA tempat dr. Soetomo dan kawan-kawan

menuntut ilmu. (Filmon L. Warouw/Depkominfo)

Berdirinya Boedi Oetomo

Dengan R. Soetomo sebagai motor, timbul niat di kalangan pelajar STOVIA di Jakarta untuk mendirikan perhimpunan di kalangan para pelajar guna menambah pesatnya usaha mengejar ketertinggalan bangsa.

Langkah pertama yang dilakukan Soetomo dan beberapa temannya ialah mengirimkan surat-surat untuk mencari hubungan dengan murid-murid di kota-kota lain di luar Jakarta, misalnya: Bogor, Bandung, Semarang, Yogyakarta, dan Magelang.

Pada hari Sabtu tanggal 20 Mei 1908 pukul 9 pagi, Soetomo dan kawan-kawannya: M. Soeradji, M. Muhammad saleh, M. Soewarno, M. Goenawan, Soewarno, R.M. Goembrek, dan R. Angka berkumpul dalam ruang kuliah anatomi. Setelah segala sesuatunya dibicarakan masak-masak, mereka sepakat memilih “Boedi Oetomo” menjadi nama perkumpulan yang baru saja mereka resmikan berdirinya.

Ruang Anatomi tempat pertemuan dr. Soetomo dkk membahas

pendirian Boedi Oetomo. Kini ruangan ini dinamakan Ruang Memorial

dr. Soetomo. (Filmon L. Warouw/Depkominfo)

“Boedi” artinya perangai atau tabiat sedangkan “Oetomo” berarti baik atau luhur. Boedi Oetomo yang dimaksud oleh pendirinya adalah perkumpulan yang akan mencapai sesuatu berdasarkan atas keluhuran budi, kebaikan perangai atau tabiat, kemahirannya.

Kongres Pertama Boedi Oetomo (3 Oktober – 5 Oktober 1908)

Kongres ini diadakan di Kweekschool atau Sekolah Guru Atas Yogyakarta (Sekarang SMA 11 Yogyakarta) dengan pembicara:

  1. R. Soetomo (STOVIA Weltevreden)
  2. R. Saroso (Kweekschool Yogyakarta)
  3. R. Kamargo (Hoofd der School Magelang)
  4. Dr. MM. Mangoenhoesodo (Surakarta)
  5. M. Goenawan Mangoenkoesoemo

Setelah berlangsung selama tiga hari, kongres yang dipimpin oleh dr. Wahidin Soedirohoesodo mengesahkan Anggaran Dasar Boedi Oetomo yang pada pokoknya menetapkan tujuan perhimpunan sebagai berikut:

Kemajuan yang selaras (harmonis) buat negara dan bangsa, terutama dengan memajukan pengajaran, pertanian, peternakan dan dagang, teknik dan industri, kebudayaan (kesenian dan ilmu pengetahuan).

Beberapa prestasi yang diraih oleh Boedi Oetomo diantaranya: penerbitan majalah “Guru Desa”, perubahan pelajaraan Bahasa Belanda di Sekolah Dasar yang semula hanya diajarkan di kelas tiga ke atas berubah menjadi mulai kelas satu, serta mendirikan surat kabar resmi Boedi Oetomo berbahasa Belanda, Melayu, dan Jawa.

Boedi Oetomo telah memberikan teladan dengan berdiri di barisan terdepan membawa panji-panji kesadaran, menggugah semangat persatuan, adalah suatu kenyataan yang tidak boleh dikesampingkan.

Nasionalisme-Multikultural

Bangsa Indonesia bukan hanya suku Jawa atau Madura. Bangsa Indonesia juga bukan hanya terdiri atas kaum perempuan saja. Namun bangsa Indonesia secara keseluruhan terdiri atas berbagai pemeluk agama (Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, Konghucu), etnis (suku), jenis kelamin (gender), status sosial, dan lain-lain. Oleh karena itu, perumusan konsep nasionalisme harus secara demokratis dengan mengakomodir sekaligus menghargai semua kelompok dengan prinsip yang berkeadilan.

Dalam memaknai nasionalisme yang lebih luas, kita memang perlu definisi baru. Definisi tersebut harus merepresentasikan seluruh latarbelakang agama, etnis, jenis kelamin, status sosial, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, prinsip nasionalisme yang paling relevan dalam konteks keindonesiaan ialah nasionalisme-multikultural. Yaitu konsep nasionalisme yang meliputi perbedaan latarbelakang, baik perbedaan agama, etnis, jenis kelamin, status sosial, dan lain-lain.

Nasionalisme Indonesia bukan chauvinistik yang hanya merepresentasikan suku bangsa tertentu. Nasionalisme Indonesia juga tidak bias gender yang hanya merepresentasikan kaum perempuan saja. Akan tetapi, nasionalisme Indonesia adalah nasionalisme-multikultural sebagaimana yang termaktub dalam semboyan Bhineka Tunggal Ika.

Jika kita sudah memahami konsep nasionalisme Indonesia dalam bingkai multikulturalisme, maka sejarah berdirinya Budi Oetomo (20 Mei 1908) atau kelahiran R.A. Kartini (21 April 1879) sudah tidak relevan lagi dijadikan sebagai titik tonggak sejarah kebangkitan nasional. Dua momentum bersejarah ini memang memiliki andil yang cukup besar dalam rangka membangun kesadaran nasionalisme pribumi. Akan tetapi, dengan memahami konsep bangsa Indonesia yang multikultural, maka kedua momentum tersebut belum dapat dikatakan sebagai kebangkitan secara nasional.

Menurut sejarawan Ben Anderson (1988), konsep nasionalisme Indonesia mulai diperkenalkan pada tahun-tahun terakhir zaman penjajahan Belanda. Berasal dari sekelompok pemuda terdidik seperti Ir. Soekarno dan kawan-kawan yang pada tahun 1926 mendirikan Partai Nasionalis Indonesia (PNI).

Tetapi, menurut hemat penulis, gagasan nasionalisme Indonesia pada waktu itu belum bisa dijadikan sebagai representasi kekuatan politik bangsa. Sebab, pembentukan PNI sebagai partai nasionalis belum mampu mengakomodir seluruh kepentingan bangsa yang multikultural. Baru pada tanggal 26-28 Oktober 1928, nasionalisme Indonesia menjadi kekuatan politik yang telah mengikat seluruh elemen bangsa ini.

Sejarawan Ahmad Syafii Ma?arif berpendapat bahwa momentum Sumpah Pemuda merupakan titik tonggak kebangkitan nasional Indonesia. Penulis sepakat dengan guru besar UNY ini bahwa momentum Sumpah Pemuda yang terdiri dari seluruh elemen bangsa telah mengikat diri dalam ikrar bersama. Seluruh elemen bangsa menyatakan ikrar bersama: bertanah air satu (tanah air Indonesia), berbangsa satu (bangsa Indonesia) dan berbahasa satu (bahasa Indonesia). Dalam hal ini, momentum Sumpah Pemuda jauh lebih mencerminkan konsep nasionalisme-multikultural ketimbang gerakan Budi Oetomo atau emansipasi R.A. Kartini.

Jika momentum berdirinya Budi Oetomo sudah tidak relevan dijadikan sebagai titik tonggak sejarah kebangkitan nasional, maka momentum 100 Tahun Kebangkitan Nasional kali ini jelas rapuh. Kebangkitan nasional Indonesia dimulai ketika kongres Sumpah Pemuda pada Oktober 1928. Dengan demikian, bangsa ini baru berumur sekitar 80 tahun, belum mencapai satu abad.





0 Responses

Posting Komentar

abcs